Wednesday, February 1, 2017

APLIKASI PIANO VS GURU PIANO - by: Jelia Megawati Heru (Staccato,February 2017)

“AKANKAH APLIKASI PIANO MENGALAHKAN GURU PIANO?”
by: Jelia Megawati Heru
Staccato, February 2017


ANCAMAN TEKNOLOGI
Teknologi merupakan salah satu penemuan terbesar umat manusia, sekaligus kejatuhannya. Revolusi teknologi dapat dikatakan telah merasuki berbagai aspek kehidupan dan berisiko mengancam fungsi serta keberadaan manusia itu sendiri. Sungguh ironis, dengan kecanggihan dan segala kenyamanan yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi sekarang. Alih-alih mempermudah hidup, justru malah menjadi bumerang.

Di satu sisi, dengan adanya teknologi dan gadget, efisiensi serta produksi meningkat. Karena human error menjadi tereliminasi. Namun di sisi yang lain teknologi berkontribusi besar terhadap terciptanya pengangguran global. Bukan rahasia lagi, kalau banyak toko musik gulung tikar. Tidak ada lagi orang yang membeli CD, karena MP3 dapat dengan mudah diunggah pada internet dalam hitungan detik.

Dampak negatif teknologi yang lain adalah langkanya komunikasi antara orang tua - anak. Dimana semua sibuk dengan smart phone nya masing-masing. Orang tidak merasa perlu bertanya arah jalan lagi, karena aplikasi google map dan waze. Anda bisa berbelanja dan memesan makanan tanpa perlu beranjak dari sofa kesayangan Anda. Semuanya hanya dengan menekan tombol pada ponsel Anda.



APLIKASI MUSIK
Apakah ancaman teknologi ini juga berlaku bagi pelaku musik? Sebut saja aplikasi metronome, tuning, membaca notasi balok, aural test, hearing, belajar piano secara online, dan bahkan persiapan untuk berlatih ujian musik ABRSM. Apakah yang membedakan guru piano dengan aplikasi semacam ini?

Apakah aplikasi-aplikasi ini nantinya dapat menggantikan peran seorang guru musik? Seperti SIRI pada produk apple, yang bisa menjawab pertanyaan Anda? Bahkan menyebutkan judul lagu yang Anda nyanyikan. Kalau ya, berarti guru musik harus siap-siap untuk alih profesi dan banyak sekolah musik yang akan gulung tikar.

GURU PIANO VS APLIKASI PIANO
Berikut ini akan dipaparkan perbedaan antara guru piano dan sebuah aplikasi piano secara umum.

1. INTERAKSI DAN KOMUNIKASI
Tidak latihan? It’s ok, tidak akan ada yang marah kepada Anda. Tidak perlu capek-capek memberikan alasan. No drama. Kalau Anda gagal pun, tidak akan ada yang peduli. Karena aplikasi tidaklah lebih dari sebuah mesin.

Sekarang bayangkan apabila hal sama terjadi pada kelas piano! Jangan bilang guru piano nya akan tersenyum simpul saja, seolah-olah tidak ada apa-apa? Kesabaran guru piano bisa menipis, guru piano bisa marah, dan menegur murid tsb. Akan ditanya alasan mengapa kok tidak latihan? Belum lagi laporan ke orang tua mengenai perilaku anaknya.

Interaksi dan komunikasi dua arah itulah yang tidak didapatkan pada sebuah aplikasi. Walau seringkali murid menganggap guru piano nya galak, bawel, dan menyebalkan; nyatanya kritik dan “teror” itu PERLU. Sehingga seseorang keluar dari zona nyamannya, lebih disiplin, dan fokus.  Kita butuh seseorang yang peduli terhadap kita, mendorong, dan memotivasi kita disaat kita malas atau gagal. Dan juga sebuah apresiasi berupa pujian, ketika kita berhasil. Disinilah letak perbedaan yang nyata dibandingkan dengan sebuah mesin: EFEK NYA!


2. TIPS DAN SOLUSI
Tahu darimana, apakah teknik bermain piano Anda sudah betul atau salah? Mengapa sudah diulang 20 kali, tetap saja tidak bisa? Kenapa Anda tetap tidak bisa membaca notasi balok? Segudang pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh sebuah aplikasi. Aplikasi tidak akan “menghakimi” Anda. Faktanya bahkan sebuah aplikasi akan selalu ada di sisi Anda, selama Anda berlangganan dan membayar tagihan Anda. Seperti layaknya video game yang dimasukkan koin.

Lain halnya dengan sosok guru piano, Apabila ada kesulitan tentang berlatih, Anda bisa bertanya dan mendapatkan tips yang berguna, serta solusi. Selain itu banyak hal yang hanya bisa diajarkan melalui pengalaman, dengan melihat bentuk tangan, gerakan tangan, dan mendengar langsung (mengajar perbedaan tanda dinamika dan artikulasi).

Apalagi untuk murid tingkat lanjut yang harus memainkan tingkat artikulasi yang berbeda-beda pada Musik Chopin Nocturne atau Etude misalnya. Hampir tidak mungkin. Mengajar staccato - legato dan forte - piano ke murid pemula saja sulitnya minta ampun di piano akustik. Apalagi kalau murid menggunakan piano digital. Jangan sampai INSTAN berubah menjadi 2 kali lebih lama, karena ternyata teknik bermain Anda salah.

Aplikasi hanya mampu mengajarkan hal yang sifatnya teknis. Bagaimana bermain dengan penuh perasaan (emosi), hati (heart), dan jiwa (soul); tentunya tidak bisa difasilitasi oleh sebuah mesin. Dan itulah yang membedakan manusia dengan mesin. 


3. WAKTU DAN HARGA YANG HARUS DIBAYAR
Saya suka ide, bahwa siapapun memiliki peluang yang sama untuk belajar. Dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun (termasuk macet, umur tidak lagi muda). Dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun - kalau perlu tanpa latihan (prinsip ekonomi banget dan mintanya kebanyakan hahaha…) Namun apakah sebuah aplikasi dapat menjawab tantangan ini?

Beberapa orang perlu menerima kenyataan, bahwa TIDAK ADA yang instan dan otomatis - sekaya apapun mereka bisa membayar guru piano sekelas profesor. Tetap dibutuhkan waktu dan proses belajar yang menuntut beratus-ratus jam latihan dan kelas piano.

Satu lagi fakta yang perlu diketahui oleh orang tua, bahwa mengajar itu sulit dan tidak setiap anak cocok dengan satu metode saja. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan lain, berupa one-to-one lesson. Untuk melakukan pendekatan lain dan mengetahui metode mana yang cocok, seorang guru harus memperoleh pendidikan dan keterampilan khusus. Guru harus mengenali karakter dan psikologi murid. Disinilah letak seni mengajar.

Mahal dan menghabiskan banyak waktu? Ketika sudah berhadapan dengan hasilnya, maka opini “mahal” tampaknya menjadi relatif. Itulah investasi dan harga yang harus dibayar demi masa depan yang lebih baik. Winner couldn’t take all!


MANUSIA: CIPTAAN TERHEBAT SEPANJANG MASA
Bagi penulis, peran seorang guru piano tidaklah tergantikan. Ibarat seorang ibu terhadap anaknya. Walau ibu nya sibuk bekerja dan harus mempekerjakan seorang baby sitter sebagai asisten, tetap saja sosok seorang ibu tidak akan tergantikan. Demikian pula halnya dengan aplikasi.

Aplikasi berfungsi sebagai alat bantu/asisten untuk memudahkan guru dalam mengajar. Tapi hanya sebatas itulah fungsinya. Sampai kapan pun mesin tidak akan dapat menggantikan sosok guru. Mengapa? Karena kita berhadapan dengan manusia yang unik dan kompleks. Seringkali justru ketidaksempurnaan serta kegagalan itulah membuat kita belajar dan menjadi pribadi yang lebih baik. Itulah keindahan dari sebuah “human error”, yang selalu membuat kita mawas diri dan tidak sombong.

Apabila sebuah aplikasi mampu menghasilkan efek yang sama seperti layaknya seorang guru piano. Maka ini adalah semacam WAKE UP CALL atau ALARM untuk kita, manusia. Sebuah tantangan bagi musisi dan pendidik musik untuk tidak tinggal diam dan menyaksikan akhir dari sebuah era, dimana mereka hanya akan menjadi sebuah tanda pagar (hashtag) saja.


Jadi apakah kita harus menolak semua aplikasi musik? TIDAK! Sebaliknya, justru kita harus up-to-date dan terbuka pada pemikiran, bahwa aplikasi musik adalah teman, bukan musuh. Mengapa? Karena kita tidak dapat menghentikan laju teknologi. Zaman sudah berubah. Sudah saatnya para pelaku musik menjadi “melek teknologi” dan menggunakan teknologi layaknya asisten pribadi mereka. Bersama-sama kita akan merevolusi cara belajar musik di abad ke-21!

Tapi hanya sebatas itulah fungsi aplikasi musik: ASISTEN. Yang menciptakan aplikasi tsb adalah manusia. Kenyataannya, beberapa hal tidak akan pernah berubah dan tergantikan. Tidak ada hal yang namanya instan (namanya juga iklan dan jualan). Di zaman yang serba ada, kita harus menyaring informasi beberapa kali lebih kritis.

Dibutuhkan usaha dan proses jangka panjang: disiplin, kerja keras, waktu, motivasi, latihan, jam terbang - you name it! Bahkan ketika semua sudah dilakukan, belum tentu anak bisa bermain piano lho! Banyak faktor.

Read more: 

Jadi berbahagialah Anda, yang masih merasakan bentakan dan omelan guru dan orang tua secara real time - bukan via WhatsApp lho ya! Mengapa? Karena omelan (yang konstruktif) itu justru adalah barang langka dan mewah di zaman sekarang.