Sunday, December 4, 2016

PIANO, MY SISTER & ME - PERSAINGAN ANTAR SAUDARA PADA KELAS PIANO - by: Jelia Megawati Heru (Staccato, December 2016)

“PIANO, MY SISTER, AND ME”
PERSAINGAN ANTAR SAUDARA PADA KELAS PIANO
by: Jelia Megawati Heru
Staccato, December 2016

“Sudah, aku nggak mau main piano lagi! 
Percuma, aku bodoh! Tidak seperti kakak!”,
ujar si kecil sambil mulai menangis.

Sebagai guru piano, ada kalanya Anda mendapatkan murid baru dengan jumlah lebih dari satu, yaitu pada kasus saudara kandung – kakak beradik atau anak kembar. Lebih dari 70 persen keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, umumnya akan memasukkan kedua anaknya untuk belajar piano pada sekolah musik yang sama.

Bagi sekolah musik, kakak beradik, saudara sepupu, saudara kembar, dan keluarga besar merupakan keuntungan dalam bisnis pendidikan musik. Bagi guru piano, hal ini bisa menjadi berita buruk dan merupakan tantangan tersendiri.

Mengapa? Pasalnya ketika kakak beradik mengambil kelas piano yang sama, tanpa disadari mereka akan menjadi kompetitor atau bahkan musuh bebuyutan abadi – siapa yang lebih baik? Kompetisi adalah hal yang wajar. Namun kompetisi antara kakak beradik yang berkepanjangan dapat menjadi masalah yang serius di rumah.

MENGAPA TERJADI PERSAINGAN ANTAR SAUDARA?


PEREBUTAN KEBUTUHAN DASAR
Dicintai dan dihargai adalah salah satu kebutuhan dasar bagi seorang anak. Persaingan antar saudara umumnya muncul, ketika anak tidak lagi menjadi No. 1 dan tidak mendapatkan perhatian, waktu, persetujuan, atau kasih sayang dari kedua orang tuanya – seperti halnya waktu ia menjadi anak semata wayang. Adalah normal bagi anak agar orang yang paling penting dalam hidupnya, memusatkan perhatian secara eksklusif kepadanya. Segala sesuatu yang membuat perhatian itu teralih dari anak, akan dianggap sebagai penyusup atau gangguan.

Lady Diana, Prince William & Prince Harry

PERILAKU ORANG TUA DAN LINGKUNGAN
Persaingan juga dapat dipicu oleh faktor sikap/perilaku orang tua dan lingkungan disekitar anak. Umumnya orang tua melakukan hal tsb tanpa disadarinya. Inti permasalahan terletak pada kecenderungan manusia dalam menentukan keberhasilan, berdasarkan parameter: seberapa baik kita melakukannya dibandingkan dengan orang lain? Misalnya: memuji-muji dan membanggakan anak yang lebih berbakat dengan prestasi yang menonjol. Lalu lupa memberikan apresiasi kepada anak yang satunya dengan kemampuan yang standar/biasa-biasa saja. Atau yang lebih parah, anak yang kurang berbakat malah mendapatkan omelan.

WA. Mozart (violin) and his sister, Nannerl (piano)

TAKUT TIDAK DICINTAI DAN TUNTUTAN YANG TINGGI
Kondisi dapat diperparah dengan tiger parents, yang selalu menuntut anaknya menjadi No. 1 dalam semua hal. Bagi tiger parents, kesuksesan adalah segalanya. Tidak ada penghargaan bagi loser. Ada ketakutan, saudara mereka lebih baik darinya atau jika ia gagal memenuhi standar kesuksesan orang tua, maka ia tidak akan dicintai lagi oleh orang tua.

Prestasi dan kesuksesan seharusnya tidak menjadi tolok ukur, seberapa besar cinta orang tua terhadap anak. Efek dari tuntutan yang terlalu tinggi dan persaingan yang negatif banyak. Mulai dari anak tidak bisa menerima kegagalan, tidak bisa menerima ada orang lain yang lebih baik dari dirinya, sombong, minder, bahkan menghalalkan segala cara untuk “menang”.

Dalam kelas musik, persaingan terjadi pada kasus dimana salah satu anak lebih berbakat dan lebih cepat berkembang dari yang lainnya, sehingga anak kerap kali dibandingkan dengan saudaranya. Jika orang tua dan guru piano tidak dapat menyikapi persaingan antar saudara ini dengan adil dan bijaksana, maka hanya masalah waktu saja hingga salah satu anak akan memutuskan untuk berhenti bermain piano.


TIPS MENGHADAPI PERSAINGAN 
ANTAR SAUDARA KANDUNG

Kunci menghadapi persaingan antar saudara kandung adalah membuat mereka merasa berada dalam aktivitas yang berbeda (personalized), meskipun mereka mempelajari instrumen yang sama dari guru yang sama. Untuk itu dibutuhkan usaha ekstra, baik dari guru piano maupun orang tuanya untuk meminimalisir variabel pembanding dan memperlakukan anak seperti layaknya dua pribadi yang berbeda. Sehingga tuntutan dan ekpektasi kepada tiap-tiap anak tidak berlebihan dan tetap realistis, sesuai dengan porsi dan kemampuannya (child-led).


1. TIDAK MENGGUNAKAN BUKU DAN LAGU YANG SAMA PADA SAAT YANG BERSAMAAN
Mungkin ketika anak mempelajari hal yang sama pada guru yang sama, orang tua berpikir untuk membeli satu buku saja untuk digunakan secara bergantian – praktis dan hemat. Pada praktiknya ketika anak memainkan potongan lagu yang sama dari buku yang sama, maka secara alami orang tua dan anak-anak akan mulai membandingkan kualitas dan kemajuan mereka. Apalagi jika buku yang dipakai hanya satu secara bergantian, ini akan menciptakan konflik baru. Bersiaplah untuk pertengkaran karena perebutan hak milik buku.


2. JADWAL YANG BERBEDA
Selintas memang kelihatannya lebih mudah dan praktis, apabila anak belajar pada guru yang sama dan jam yang sama (group lesson). Orang tua cukup mengantarkan anak sekali saja dalam seminggu dan tidak perlu bermacet-macet ria. Namun jadwal yang sama pada guru dan kelas yang sama bisa memperuncing persaingan antar saudara. Selain itu hal ini juga akan berdampak negatif pada anak yang mempunyai kemampuan lebih minim. Anak akan menjadi kehilangan motivasi dan tidak berkembang. Oleh karena itu one-to-one private piano lesson merupakan alternatif yang lebih baik. Di rumah juga perlu diterapkan aturan jadwal berlatih secara bergantian.


3. BERHATI-HATI DALAM BERTUTUR KATA DAN MEMBERIKAN PUJIAN
Tetapkan beberapa aturan dasar bagi anak dalam berbicara dan memberikan pendapat. Misalnya: usahakan untuk selalu berbicara positif tentang orang lain. Tidak boleh menekankan perbandingan – siapa yang lebih baik? Atau lebih baik lagi, tidak boleh membandingkan sama sekali! Belajar piano tidak ada hubungannya dengan menjadi lebih baik daripada orang lain atau harus menjadi yang terbaik. Sebab belajar piano bukan kompetisi atau lomba lari. Kalau anak tidak menang kompetisi atau tidak menjadi yang terbaik, apakah anak harus berhenti belajar piano?

Menekankan bahwa kerja keras adalah elemen yang paling penting dibandingkan prestasi. Tentunya kerja keras dan latihan yang konsisten akan tetap mendapatkan penghargaan. Namun perlu diperhatikan agar pujian tidak difokuskan pada perbedaan kemampuan anak yang satu dengan yang lain. Pujian hendaklah jujur, adil (tidak lebay/berlebihan), dan tetap pada porsinya (sesuai dengan kemajuan anak). Jangan pernah memberikan label ke anak!


4. MENGAMBIL KELAS MUSIK YANG BERBEDA
Alternatif lain untuk menghindari persaingan antar saudara adalah dengan mendaftarkan anak-anak pada kelas musik yang berbeda dengan guru yang berbeda. Anak pertama mengambil kelas piano, sementara anak yang satunya mengambil kelas biola. Tidak ada keharusan semua anak harus mengambil kelas piano.


5. KOMUNIKASI YANG BAIK ANTARA ORANG TUA DAN ANAK (ONE-TO-ONE)
Anak berada dalam fase egosentrisnya pada umur 4-5 tahun. Pada usia ini, anak tidak memiliki keterampilan untuk mengontrol dorongan sifat bawaan mereka. Anak juga belum memiliki empati dan kapasitas untuk menahan diri mereka ataupun memahami arti persaudaraan. Tentunya anak selalu ingin menjadi yang terbaik, ingin jadi anak yang paling dikasihi orang tuanya, dan tidak ingin dinomor-duakan.

Luangkan waktu Anda untuk berkomunikasi dengan anak baik secara pribadi one-to-one (terpisah dari saudaranya) maupun bersama-sama dengan saudaranya! Ketika anak merasa cemburu atau terancam akan posisinya, disitulah orang tua berperan untuk membantunya mengatasi perasaan tsb. Sangat penting untuk mempersiapkan saudara yang lebih tua untuk menerima keberadaan adiknya dan bahwa apapun kondisinya ia sangat dicintai orang tuanya. Anak perlu diberikan pengertian, bahwa sebenarnya tidak ada ancaman apapun dan tidak ada yang perlu ditakutkan. Tidak ada anak favorit atau anak emas, karena mereka unik dan spesial.


Ajar anak untuk menghargai perbedaan dan melihat kondisi, bahwa tidak semua orang itu terlahir sama. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ajarkan anak, bagaimana cara mengatasi kegagalan, frustrasi, mengendalikan diri, dan manajemen emosi. Dorong anak untuk mengkomunikasikan perasaan mereka atau perbedaan pendapat lewat kata-kata, alih-alih menghukum mereka.

Apabila terjadi konflik, mereka mempunyai akses ke orang tua untuk mencari solusi. Ajarkan juga bagaimana cara mengatasi konflik atau pertengkaran antar saudara. Akan jauh lebih baik lagi, apabila sesama saudara bisa saling mendukung, berbagi, dan bertoleransi dalam musik. Misalnya menghabiskan waktu untuk bermain musik bersama. Karena sebetulnya mereka berada dalam tim yang sama. Dan lagi saudara memiliki ikatan seumur hidup yang lebih erat daripada seorang sahabat.


BISAKAH ORANG TUA BERSIKAP ADIL PADA ANAK?
Banyak orang tua yang berusaha untuk mengeliminasi semua variabel yang memicu kompetisi antar saudara. Namun tidak ada seorangpun yang bisa memastikan, apakah orang tua bisa bersikap adil terhadap anak-anaknya. Karena pada kenyataannya sifat manusia itu kompleks. Sikap manusia bisa berevolusi, seiring dengan perubahan kondisi, kepentingan, temperamen, dan urutan kelahiran anak.

Yang jelas, hubungan orang tua dan anak itu perlu dibina dan dipupuk. Ketika orang tua tidak memiliki kesamaan sifat dengan salah satu anak (“anak yang sulit”), apakah orang tua akan menghabiskan waktu yang berkualitas sama dengan anak yang lainnya (“anak yang mudah diatur”)? Pada kenyataannya mustahil orang tua dapat bersikap adil, bahkan apabila kedua anaknya kembar sekalipun. Terkadang semakin orang tua mencoba untuk bersikap sama terhadap anak, justru semakin banyak penyimpangan yang dilakukan. Karena anak memang dilahirkan berbeda satu dengan yang lainnya.

Di Indonesia budaya membanding-bandingkan kesuksesan anak dengan orang lain sayangnya masih sangat kental. Hal ini terlihat jelas dalam kompetisi-kompetisi musik yang sering diadakan, dimana banyak orang tua sukar menerima kekalahan anaknya, lalu menjelek-jelekkan kompetitor lain dan menyalahkan keadaan. 

Walau kecil kemungkinan orang tua mampu bersikap adil, ada baiknya orang tua mulai “berkaca” dan sadar akan perilakunya. Setidaknya orang tua belajar untuk meminimalisir variabel persaingan antar anak, memberikan ruang kepada anak untuk berkembang sebagai seorang individu, serta berusaha mewujudkan terciptanya kebersamaan sebagai satu keluarga. Good luck and happy teaching!